Opini  

Penegakkan Hukum bagi Perusahaan Tambang

banner 120x600
banner 468x60

Tamperaknews.com -Palangkaraya, Kalteng – Pada tahun 2022 bulan Januari Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara menyebutkan, pemerintah telah mencabut 2.078 izin perusahaan pertambangan minerba. Alasannya perusahaan tersebut tidak pernah menyampaikan rencana kerja. Izin yang sudah bertahun-tahun telah diberikan tetapi tidak dikerjakan, ini menyebabkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Selain Ijin dicabut karena alasan diatas, Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM juga tegas dalam penegakan hukum bagi perusahaan tambang yang tidak memilki ijin

banner 325x300

Tidak jarang ditemukan perusahaan tambang yang tidak memiliki izin resmi atau ilegal. Padahal sejatinya, kegiatan pertambangan di Indonesia yang dilakukan oleh perusahaan atau perorangan harus memiliki izin resmi. Apabila ketentuan itu dilanggar dapat berdampak terhadap aspek lingkungan. Bahkan dampak ini juga bisa berpotensi membawa kerugian pada negara.

Dalam UU Pertambangan, selain mengenal adanya pertambangan tanpa izin (illegal mining) yang dianggap sebagai suatu tindak pidana, juga terdapat bermacam-macam tindak pidana lainnya, yang sebagian besar ditujukan kepada pelaku usaha pertambangan. Namun hanya ada satu macam tindak pidana yang ditujukan kepada pejabat penerbit izin di bidang pertambangan.

Yang dimaksud Hukum pertambangan adalah meliputi serangkaian peraturan hukum dan undang-undang yang mengatur tentang kegiatan pertambangan terhadap mineral dan logam. Beberapa hal yang tercakup dalam hukum pertambangan adalah sebagai berikut:

Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin

Pertambangan tanpa izin atau illegal mining merupakan kegiatan pertambangan mineral atau batubara yang dilakukan tanpa memiliki izin atau lisensi dari pemerintah atau otoritas yang berwenang.

Pertambangan tanpa izin dapat merusak lingkungan dan menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi, dan kesehatan. Kegiatan ini seringkali tidak memperhatikan standar keselamatan dan kesehatan kerja, dan mengancam keselamatan para pekerja yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Selain itu, pertambangan tanpa izin juga seringkali berujung pada konflik dengan masyarakat setempat dan pihak berwenang, karena kegiatan tersebut dilakukan tanpa memperhatikan hak-hak dan kepentingan masyarakat serta tidak mematuhi peraturan yang berlaku.

Memberikan Laporan atau Keterangan Palsu

Dalam melaksanakan kegiatan pertambangan dibutuhkan dokumen atau keterangan yang benar. Dokumen tersebut itu meliputi data studi kelayakan, laporan kegiatan usahanya, dan laporan penjualan hasil tambang, agar hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Namun jika memberikan informasi atau pernyataan yang tidak benar atau tidak akurat secara sengaja atau dengan tujuan untuk menipu orang lain terkait dokumen pertambangan sanksinya sudah diatur dalam Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat.

Tindakan menyampaikan keterangan palsu dapat memiliki konsekuensi hukum dan sosial yang serius, seperti pidana penjara, denda, kerugian finansial, reputasi yang rusak, dan hilangnya kepercayaan dari orang lain.

Oleh karena pemalsuan suratnya di bidang pertambangan dan sudah diatur secara khusus, terhadap pelakunya dapat dipidana denda dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,-
Eksplorasi Tanpa Hak

Tindak pidana melakukan eksplorasi tanpa hak adalah tindakan melaksanakan kegiatan eksplorasi atau pengeboran tanpa memiliki hak atas izin usaha pertambangan yang diberikan oleh pemerintah atau otoritas yang berwenang.

Perbuatan itu melanggar ketentuan hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 158 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal tersebut mengatur bahwa setiap orang yang melaksanakan eksplorasi atau pengeboran tanpa memiliki izin dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,-.

Pemegang IUP Eksplorasi Tidak Melakukan Kegiatan Operasi Produksi

IUP Eksplorasi adalah izin usaha pertambangan yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan untuk melakukan kegiatan eksplorasi mineral dan/atau batubara di suatu wilayah tertentu. Perusahaan yang memegang IUP Eksplorasi diberikan waktu untuk melakukan eksplorasi selama 3 tahun, dengan kemungkinan diperpanjang selama 2 kali masing-masing selama 1 tahun.

Jika pemegang IUP Eksplorasi tidak melakukan kegiatan eksplorasi atau pengeboran dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka izin tersebut dapat dicabut oleh pemerintah atau otoritas yang berwenang.
Pemerintah dan otoritas yang berwenang memantau kegiatan pemegang IUP Eksplorasi untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut tidak melanggar ketentuan hukum dan memperhatikan kepentingan lingkungan dan masyarakat setempat.

Pidana Pencucian Barang Tambang

Pada kegiatan keuangan dan perbankan dikenal dengan adanya pencucian uang atau money laundering. Di mana uang yang berasal dari kejahatan “dicuci” melalui perusahaan jasa keuangan agar menjadi uang yang dianggap “bersih”.

Kegiatan tindak pidana pencucian barang tambang (mining laundering) pada UU Pertambangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,-.

Kewajiban Perusahaan Tambang Melaksanakan Reklamasi

Kewajiban reklamasi perusahaan tambang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kewajiban ini bertujuan untuk memulihkan lingkungan setelah aktivitas tambang berakhir.

Reklamasi tambang meliputi: Pemulihan flora dan fauna, Pemulihan kualitas air dan tanah, Pemulihan ekosistem alamiah, Pemulihan sumber daya alam.

Pihak yang bertanggung jawab atas reklamasi tambang adalah: Pemegang IPR, Pemegang IUP Eksplorasi, Pemegang IUPK Eksplorasi, Pemegang IUP Operasi Produksi, Pemegang IUPK Operasi Produksi.

Dalam melaksanakan reklamasi, perusahaan tambang wajib: Menempatkan jaminan reklamasi, Menunjuk pejabat yang bertanggung jawab, Melaksanakan reklamasi sesuai rencana, Melaporkan pelaksanaan reklamasi setiap tahun.

Selain itu diatur juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang.

Sanksi Hukum Tidak Melakukan Reklamasi

Sanksi bagi perusahaan tambang yang tidak melakukan reklamasi adalah pidana penjara dan denda. Sanksi ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada perusahaan tambang yang tidak melakukan reklamasi adalah: Penjara paling lama 5 tahun, Denda paling banyak Rp 100 miliar, Pembayaran dana untuk melaksanakan reklamasi.

Dan bagi pemegang IUP dan IUPK yang izin usahanya dicabut atau berakhir tetapi tidak melaksanakan reklamasi/pascatambang atau tidak menempatkan dana jaminan reklamasi/pascatambang dapat dipidana paling lama 5 (lima) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000 (seratus milyar rupiah).

Perbedaan Reklamasi dan Pascatambang

Dana jaminan reklamasi ditempatkan di bank pemerintah Indonesia atas nama pemegang IUP eksplorasi bersangkutan. Sedangkan dana pascatambang disimpan dalam bentuk deposito berjangka yang dimuat dalam rencana kerja dan anggaran biaya operasi produksi tahunan.

Penegakan hukum dalam hal pertambangan menjadi fokus perhatian pemerintah karena akan menimbulkan kerugian negara yang pada akhirnya melanggar Undang-Undang Dasar (UUD 1945 dan Amandemennya).

Dilaporkan oleh Endharmoko
Sumber : Dari berbagai sumber

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *