Tamperaknews.com – Menteng, Jakarta Pusat – Organisasi keumatan Kristen yang terletak di Indonesia telah menghadapi tantangan yang sangat serius dalam beberapa waktu terakhir. Kehilangan figur kepemimpinan yang kuat dan karismatik telah menjadi sebuah persoalan yang sangat kompleks dan mengakibatkan berbagai kendala dalam menjalankan misi dan visi organisasi.
Dampak dari kepergian figur tersebut sangat terasa, terutama dalam aspek kepercayaan umat Kristen terhadap lembaga tersebut.
Figur kepemimpinan yang telah lama menjadi pilar utama dalam organisasi ini, selain membawa visi yang kuat, juga memiliki kredibilitas yang tinggi di kalangan umat Kristen.
Kehadiran figur ini memberikan semangat dan inspirasi kepada umat Kristen untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga dan memperjuangkan nilai-nilai kekristenan dalam masyarakat yang beragam.
Namun, dengan kepergian figur tersebut, kepercayaan umat Kristen terhadap organisasi mulai terkikis, terlebih kegiatan-kegiatan yang terlihat oleh publik dari organisasi tersebut hanya bersifat selebrasi tanpa menyentuh kebutuhan dasar dari kebanyakan umat, khususnya persoalan mendasar seperti pendidikan, kesehatan dan kemiskinan.
Kendala utama yang dihadapi organisasi ini adalah kurangnya kepemimpinan yang melayani seperti para misionaris terdahulu yang membangun sebuah peradaban ke arah yang lebih baik.
Meskipun organisasi ini memiliki sumber daya manusia yang mumpuni dan aset-aset bersejarah yang bisa diandalkan, mencari figur yang sesuai dengan kriteria kepemimpinan yang dibutuhkan menjadi sebuah tantangan tersendiri.
Kekhawatiran akan kestabilan dan kelanjutan misi organisasi menghantui umat Kristen, sehingga banyak yang merasa ragu untuk tetap terlibat secara aktif.
Dampak dari kehilangan figur kepemimpinan ini juga terlihat pada sikap dan prilaku dari umat yang merasa apatis pada sebuah gerakan Oikumene.
Ketidakpastian mengenai arah yang akan diambil oleh organisasi, serta keraguan terhadap kemampuan kepemimpinan, membuat banyak umat Kristen merasa enggan untuk berinvestasi waktu dan upaya dalam dukungan terhadap organisasi tersebut.
Padahal, secara matematis, organisasi ini memiliki potensi yang besar untuk tetap menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan nilai-nilai kekristenan di tengah keragaman bangsa.
Sumber daya manusia yang berkualitas, berbagai aset peninggalan para pendahulu, dan jejaring yang luas seharusnya dapat digunakan sebagai modal untuk menjaga dan memperkuat posisi organisasi dalam masyarakat.
Dalam menghadapi persoalan dan kendala ini, organisasi perlu merumuskan strategi yang komprehensif untuk membangun kembali kepercayaan umat Kristen. Langkah-langkah seperti pembentukan komite transisi yang memiliki keahlian dalam mencari dan mengembangkan kepemimpinan yang sesuai, berkomunikasi secara terbuka mengenai visi dan rencana organisasi, serta mengadakan program-program yang dapat melibatkan kembali umat Kristen akan menjadi langkah penting untuk mengatasi tantangan ini.
Secara keseluruhan, persoalan dan kendala yang dihadapi oleh organisasi keumatan Kristen di Indonesia akibat kehilangan figur kepemimpinan memiliki dampak yang signifikan terhadap kepercayaan umat Kristen terhadap lembaga tersebut.
Namun, dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dan merancang strategi yang tepat, masih ada peluang bagi organisasi ini untuk memperjuangkan nilai-nilai kekristenan dan kepentingan umat Kristen di tengah-tengah keragaman bangsa.
Bukankah Kekristenan ini memiliki banyak figur mumpuni sebagai pemimpin? Tidak sedikit rekam jejak dari figur-figur itu yang mampu membangun spiritualitas umat sekaligus mampu bekarya membangun bangsa yang beragam ini.
Nick Irwan
(Litbang Pewarna Indonesia)